Batam, News, Pendidikan

Tidak Hanya Nasional, Kebijakan Penghapusan UN Menuai Pro Kontra Di Batam

Egi | Minggu 22 Dec 2019 19:55 WIB | 2177

Pemko/Pemda/Pemrov/Pemerintah


Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kepri Eri Syahrial (ist)


MATAKEPRI.COM,BATAM-Kebijakan penghapusan ujian nasional (UN) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Anwar Makarim menuai pro-kontra, tidak saja hanya terjadi secara Nasional, Regional Batam pun demikian, Minggu (22/12) 


Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri Eri Syahrial mengatakan penghapusan UN tersebut berpotensi mengurangi semangat anak untuk belajar.


"Karena selama ini dengan adanya UN ini ada beban moral anak, dimana UN ini selama ini adalah hal yang memang spesial bagi anak. Setelah bersekolah selama enam tahun untuk SD/sederajat, tiga tahun untuk SMP, SMA/sederajat," ungkap Eri.


Sehingga, menurutnya, dengan penghapusan UN, dikhawatirkan akan memunculkan persoalan baru anak menjadi tidak semangat belajar, karena tak ada beban.


Kebijakan yang dikeluarkan oleh bos transportasi GoJek itu sangat baik, hanya saja formulasi pengganti UN belum terpampang secara jelas, pada akhirnya masyarakat Indonesia menjadi cemas. 


"Ini kan berupa uji coba, namanya uji coba syukur kalau berhasil dan bersabar. Jika hasil akhirnya tak sesuai dengan kearifan lokal dan perkembangan anak Indonesia, ini sungguh mencemaskan," katanya.


Senada dengan Eri. Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Indonesia (KPPAI) Sitti Hikmawati juga angkat bicara soal kebijakan Nadiem Makarim. Sitti menjelaskan hak tumbuh kembang anak yang eksplisit dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dan UU Perlindungan Anak, bahkan konstitusi Pasal 28B ayat 2 UUD 1945.


"Bukankah education rights hanya sebagian saja dari development rights, keduanya saling isi bukan saling menegasi. Patut publik kuatir ubah kebijakan pendidikan berdalih revolusi teknologi industri, namun berdampak abai pada hal mendasar," kata Sitti.


Dikatakan, kemerdekaan yang didambakan sebuah ranting adalah kemerdekaan untuk bisa tumbuh kembang ke segala arah, namun tetap terikat pada dahan terlebih pokoknya.


Sehingga menjadi sebuah pertanyaan besar ketika sang ranting, di arahkan untuk “merdeka” namun melupakan pada keniscayaan adanya dahan dan pokok pohon itu sendiri.


"Sejalan dengan itu, paradigma juncto Asas The Best Interest of Child (kepentingan terbaik untuk anak), perlu menjadi rujukan utama alias paramount consideration," jelasnya.


"Life span development dalam siklus kehidupan anak bukanlah proses revolusi, ia merupakan sebuah proses evolusi yang harus dilalui berdasarkan siklus normal yang menjadi fitrah anak tersebut,'' pungkasnya. (EAG)




Share on Social Media