Batam, News, Kepri

Polemik Lahan PT Sintai Industri Shipyard, Putusan PN Batam Rugikan PT Cahaya Maritim Indonesia

Egi | Rabu 05 Jan 2022 13:06 WIB | 1840

Pemko/Pemda/Pemrov/Pemerintah
BP Batam
Pengusaha


Kuasa Hukum dari PT Cahaya Maritim Indonesia Agustianto, SH & Partners saat press release (foto:egi)


MATAKEPRI.COM BATAM -- PT Cahaya Maritim Indonesia (CMI) melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) setelah Pengadilan Negeri Batam dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru  keluarkan putusan pembatalan pembelian lahan PT Sintai Industri Shipyard, Tanjunguncang.


"Saat ini kami melakukan upaya hukum kasasi. Mudah-mudahan tidak ada intervensi dan kami menerima keadilan, karena klien kami merupakan pihak yang sangat dirugikan," kata Agustianto SH, kuasa hukum PT Cahaya Maritim Indonesia, saat menggelar jumpa pers di salah satu hotel di Batam, Selasa (4/1/2021) siang.


Dijelaskannya, kliennya merupakan pihak yang sangat dirugikan dalam kasus ini. Pasalnya, sebagai pembeli lahan, klienya sudah melakukan segala prosedur layaknya jual beli. Namun, atas putusan pengadilan tersebut uang yang sudah dibayarkan terancam hilang.


"Tidak ada yang kami tutup-tutupi, makanya kami berani bicara ke publik, melalui rekan-rekan sekalian, jangan sampai ada yang beranggapan klien kami ini mafia tanah atau segala macam, itu yang tidak kami inginkan. Kami pembeli yang beritikad baik, namun dalam posisi kasus yang sudah ada kami sangat dirugikan oleh putusan Pengadilan Negeri Batam dan Pengadilan Tiggi Pekanbaru itu. Apalagi dari ketentuan hukum yang ada pembeli yang baik harus dilindungi undang-undang," kata Agustianto.


Dalam perjalanannya cerita Agus, PT Cahaya Maritim Indonesia membeli lahan PT Sintai Industri Shipyard setelah perusahaan tersebut dilikuidasi dan berada di tangan likuidator. Yakni berupata tanah 2,6 hektar dan PL seluas 5,1 hektar. Lahan tersebut dibeli karena sangat cocok dengan bisnis yang akan dijalani oleh PT CMI, yakni usaha pembuatan dan reparasi kapal. 


"Ceritanya dulu PT Sintai Industri Shipyard ini digugat oleh salah seorang pemegang saham, telah diputus oleh PN Batam dan dikuatkan oleh kasasi di MA yang menyatakan PT Sintai Industri Shipyard ini dilikuidasi. Oleh pengadilan ditunjuklah likuidator untuk menjual aset. Maka dibeli oleh PT Cahaya Maritim Indonesia tahun 2015. Saat membeli itu pun dibeli dengan harga lebih tinggi dari pasaran. Harga paling tinggi waktu itu sekitar Rp30 miliar, namun dibeli sekitar Rp30,3 miliar," ungkap Agustianto dari Kantor Hukum Agustianto, SH & Partners tersebut. 


Dilanjutkannya, dalam perjalannya, yakni tahun 2019 ada pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan mengambil paksa lahan tersebut. Tak mau terjadi kerusuhan PT Cahaya Maritim Indonesia memilih untuk mundur.


"Kami tidak mau tau ada masalah di internal perusahaan mereka, yang jelas kami membeli lahan dengan cara yang legal dan menurut aturan," katanya.


Dan pada tahun 2020 pihak yang mengaku sebagai pemegang samah PT Sintai Industri Shipyard lanjut Agustianto menggugat balik keputusan likuidasi yang telah diputuskan pengadilan tersebut dan dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Batam, serta dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Dalam putusannya ungkapnya, jual beli lahan tersebut tidak sah, serta PT Cahaya Maritim Indonesia diwajibkan mengembalikan sertifikat asli yang didapatkan sebelumnya.


"Di sini keadilan yang kami tuntut. Uang sudah kami bayarkan melalui rekening tim likuidator, melalui transfer Bank Mandiri. Kemudian WTO sudah kami bayarkan, izin peralihan hak sudah disetujui oleh BP Batam dan diberikan pada PT Cahaya Maritim Indonesia. Sudah balik nama dan sertifikat sudah atas nama PT Cahaya Maritim Indonesia. Namun, kami diminta mengembalikan sertifikat, trus uang yang sudah dibayarkan gimana. Di mana keadilannya," pungkasnya, (egi)




Share on Social Media