News
| Senin 27 Feb 2017 10:59 WIB | 3072
MATAKEPRI.COM, Banjarmasin - Sebanyak hampir 2.500 tahanan atau narapidana
menghabiskan hari-harinya di dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas
II A Banjarmasin. Jumlah warga binaan itu 6 kali lipat lebih banyak
dari daya tampung ideal lapas, yaitu 366 penghuni, seperti yang dimuat detik.com kemarin .
Hal tersebut
seolah menyuguhkan potret 'rimba' dari balik sel tahanan. Puluhan pelaku
kriminal berjejal, berebut ruang gerak. Mereka akhirnya membentangkan
kain di antara langit-langit dan lantai sel, membuat semacam ayunan
rumah pohon, untuk tidur.
Para napi itu terlihat mengikat kain
dari terali sel ke paku di tembok. Posisinya, seperti tarzan yang tidur
bergelayutan di antara 2 pohon.
"Sistem kamar kita ada 1 - 3 - 7.
Ada yang satu, untuk satu orang, tiga untuk tiga orang, tujuh untuk
tujuh orang. Tapi yang (kamar berkapasitas) satu orang, kita isi lima.
Yang tiga orang, kita isi 20 orang. (Satu sel) ada yang isi 40, 30, 25
(orang)," kata Kepala Lapas Kelas IIA Hendra Eka Putra , Minggu malam (26/2/2017).
Hendra
menjelaskan luas sel tahanan beragam, sesuai dengan peruntukan
kapasitasnya. Misalnya sel untuk seorang, luasnya 2 x 1 meter persegi.
Sementara yang untuk 3 orang, luasnya 6 x 3 meter persegi dan
seterusnya.
Sehingga, seharusnya, tiap warga binaan memiliki
keleluasaan gerak seluas 2 meter. "Kalau normal rolenya, itu. Ini kan
tidak (sesuai aturan), jadi kan mereka tidurnya gelantungan, gantung
pakai tali," beber Hendra.
Sebagai orang yang bertanggung jawab
atas kehidupan warga lapas, Hendra mengakui kondisi yang saat ini
berjalan, tak layak untuk dirasakan warga binaan. Hendra sudah
menginformasikan kondisi lapas ke Kemenkum HAM dan beberapa pejabat yang
pernah mengunjungi 'istana'nya.
"Tidak layak (dari sudut
manusiawi). Saya sudah laporkan ke Kemenkum HAM. Ada Komisi 3 yang
datang ke sana sendiri, Pak Desmon dan Pak Suding, tahun lalu. Saya
katakan ini sudah over crowded," ucap dia.
Tak hanya
minim sarana dan prasarana, Hendra berkata lembaganya juga mengalami
kekurangan sumber daya manusia (SDM), kaitannya dalam hal ini adalah
sipir. Disampaikan dia, hanya ada 27 sipir yang sehari-hari menjaga
2.500 narapidana atau tahanan.
"Satu regu jaga ada 9 orang,
dikali tiga shift. 27 Sipir untuk 2.500 warga binaan. Sangat minim
pengawasan, sarana-prasarananya tidak ada. CCTV saja saya baru dapat.
Senjata juga kita senjata tua, nggak ada izin senjatanya karena harus
izin sampai ke Mabes Polri," jelas Hendra.
Lemahnya kekuatan penjaga karena jauh tak sebanding dengan 'yang
dijaga', kerap dimanfaatkan 'yang dijaga' untuk kabur dari sel rimba.
Hendra mencatat selama tiga bulan belakangan, telah terjadi tiga kali
percobaan kabur dengan berbagai modus.
"Kita kan kekurangan
orang, jadi kalau kegiatan bersih-bersih, ada narapidana yang mau bantu,
ya silakan. Kalau yang lari, selama saya setahun bertugas,
alhamdullilah tidak ada. Tapi kalau yang percobaan lari, sepertinya ada
tiga kemarin," tutur dia