Batam

POJOK OPINI: Drs. Sutan Muhlis Denros. "ALLAH"

| Senin 13 Mar 2017 10:02 WIB | 2468

Pojok Opini


Drs. Sutan Muhlis Denros


Drs. SUTAN  MUKHLIS  DENROS

- Staf  Yayasan Perguruan Islam AlAzhar Batam

- Calon Anggota [PMB] Persatuan Mubaligh Batam

- Ketua DPP Garda Anak Nagari

- Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009

BATAM - Awalnya seluruh Nabi dan Rasul membawa risalah Tauhid, tapi karena perjalanan sejarah yang panjang akhirnya terjadilah penyelewengan yang dilakukan oleh pengikut-pengikut dan agama yang bertanggungjawab, sebagaimana orang-orang Yahudi telah menjadikan Nabi mereka Uzair  sebagai Tuhan dan Nasrani telah menjadikan Nabi Isa sebagai putra Allah. ini adalah penyelewengan yang membahayakan Tauhid, selain itu merekapun telah menjadikan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan [9;31] bahkan segala sesuatu yang memiliki kegahiban diproklamirkan sebagai Tuhan.

karena perjalanan sejarah ini segala penyelewengan terjadi bahkan menjadikan manusia taqlid, tidak mau lagi mengkaji kebenaran, mereka cendrung suatu ajaran atau pendapat tanpa memiliki ilmu sehingga terjadi sesat dan menyesatkan. 

Yang akibatnya eksistensi Allah kabur dan dikaburkan oleh faham-faham yang sengaja menyelewengkan aqidah tauhid, maka tercemarlah iman manusia hingga mengantarkannya kepada kenifakan, syirik, fasiq, zhalim dan lain-lainnya bentuk kekafiran.

Untuk itulah, ada baiknya kita angkat kembali eksistensi Allah, keberadaan dimata hamba-Nya sehingga perannya tidak menyalahi apa yang ditentukan, demikian pula eksistensi manusia juga tidak akan merusak eksistensi Allah; letakkanlah kembali keberadaan Allah sesuai dengan kapasitasnya dan keberadaan manusia sesuai dengan fitrahnya, inilah eksistensi Allah dimata hamba-Nya;

Allah itu ahad; maksudnya adalah Allah saja yang memiliki sifat, pekerjaan dan zat-Nya yang tidak sama dengan makhluk-Nya. Allah ahad atas sifatnya, hanya Dia saja yang mempunyai kesempurnaan sifat, Allah ahad atas pekerjaan-Nya adalah hanya Allah saja yang mampu berbuat demikian menurut kehendak-Nya dan Allah ahad dari segi zat-Nya, kejadian Allah tidak sama dengan kejadian makhluk demikian pula zat kejadian Allah tidak satupun makhluk berkewajiban untuk mengetahinya [112;1-4]

Tidak ada yang menyamainya; walaupun sifat dan pekerjaannya juga banyak dimiliki oleh hamba-Nya tapi segala sifat dan pekerjaan itu jauh berbeda dengan apa yang dikerjakan hamba-Nya, 

(Dia) Pencipta langit dan bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat [Asy Syura 42;11]

Allah itu Tuhan bagi sekalian makhluk; semua makhluk yang ada di dunia ini Tuhannya adalah Allah walaupun tidak sedikit yang keliru mengambil tuhan, ada yang mengambil tuhan dari jenis jin, malaikat, manusia, batu, berhala serta apapun yang mereka ikuti dalam seluruh aturan yang dibuat manusia;

(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah Dia; dan dia adalah pemelihara segala sesuatu.[Al An’am 6;102]

Tidak ada tuhan selain Dia; sehingga segala sembahan yang diambil manusia adalah bathil yang mempermudah mereka untuk masuk neraka tanpa hisab, inilah yang disebut dengan syirik, segala pengabdian manusia harus ditujukan kepada Allah semata;

Sejak dahulu manusia berusaha mencari perlindungan yang dapat dijadikan sebagai Tuhan, ada yang mengambil berhala sebagai sembahannya, ada yang berupa batu besar, pohon kayu dan laut dijadikan sebagai Tuhannya, hal ini merupakan fithrah manusia. 

Manusia bagaimanapun adalah makhluk lemah yang membutuhkan tempat bersandar dan mencari kekuatan lain yang dianggapnya mampu memberi bantuan kepadanya sehingga tanpa ilmu mereka jadikan selain Allah sebagai Tuhannya.

bila tanpa bimbingan wahyu dari yang Maha Kuasa sungguh banyaklah manusia yang sesat jalan hidupnya, sedangkan wahyu dan para Nabi diturunkan untuk membimbing dan mengajak mereka untuk menyembah Allah masih juga terjadi penyelewengan.

Penyelewengan itu terjadi dengan diambilnya selain Allah sebagai Tuhan, ada yang menjadikan hawa nafsu [25;43], patung-patung dan berhala [26;69-76], jin dan malaikat [34;40-41], nabi-nabi [3;79], thaghut dan orang-orang alim sebagai yang mereka sembah [9;31].

Inilah perjuangan para nabi untuk mengembalikan nilai-nilai tauhid yang telah tercemar; Nabi Musa harus berhadapan dengan Fir’aun yang telah menjadikan dirinya sebagai Tuhan, Nabi Nuh harus menerima pil pahit dengan tenggelamnya sebagian bahkan anaknya sendiri telah menjadikan yang lain sebagai Tuhannya, Nabi Luth merelakan isterinya untuk ditinggalkan karena keingkarannya kepada Allah, Nabi Ibrahim memerangi ayahandanya yang menyembah berhala dan sekaligus berseteu dengan Raja Namrudz, serta para nabi lainnya berupaya menunjuki ummatnya untuk menyembah dan menjadikan Allah saja sebagai Tuhan, tapi upaya itu banyak ditentang oleh kaumnya, ilmu dan pengetahuan serta aktivitas mereka telah bergelimang dengan nilai-nilai yang rendah yaitu syirik atau mensyerikatkan-Nya [25;2-3]

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[Lukman 31;13]

Dialah Tuhan yang wajib ditaati; ibadah saja tidak cukup tanpa diiringi dengan ketaatan, sebagaimana iblis adalah makhluk Allah yang sudah banyak ibadahnya serta hamba Allah yang senior, tapi akhirnya terlaknat dan dikutuk Allah karena ketaatannya kepada Allah tidak terujud,”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya..”[4;59] 

Kalau manusia mau untuk sejenak merenungi alam yang terbentang dengan segala makhluk serta peristiwa yang terjadi didalamnya, maka tidak akan ditemui keingkaran kepada Khaliqnya.  Berfikir sejenak atas peristiwa alam yang terjadi sehari-hari akan membangkitkan kesadaran yang tinggi, bagaimana langi dan bumi diciptakan serta rintik hujan sampai ke tanah yang dapat menyuburkan tanaman;  â€Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya adalah tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berfikir” [Al Baqarah 2;164].

Allah memerintahkan kepada manusia agar mereka menggunakan fikiran dan mengerti peristiwa yang terjadi untuk diambil maknanya. Di angkasa raya dengan kebesaran penciptanya berjuta-juta bintang bertaburan memberi warna indahnya langit, pergantian musim dan cuaca, gumpalan awan yang membawa hujan, sungai yang mengaliri air, ”Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan bintang-bintang” [Ash Shaffat;6].

Jangankan kita menyaksikan alam raya ini keluar dari orbit bumi, sedangkan di bumi saja dikala malam langit cerah, bintang-bintang bertebaran dihiasi bulan dengan cahayanya memantul ke bumi, hati orang mukmin jadi tunduk, merendah menerima kebesaran Ilahi. 

Ketika hujan lebat di tengah malam yang pekat disertai badai yang kuat, dingin pula, gelegar kilat yang menyambar tak terlintaskan di dalam hati manusia sedikit saja rasa takut, mohon perlindungan kepada-Nya ? ”Dialah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung, dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, demikian pula para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilinar lalu mengenai  siapa saja yang dikehendaki-Nya” [Ar Ra’ad; 12-13].

Kebesaran Allah tak ditemui tandingannya dan hal ini diakui dengan kerendahan hati oleh orang-orang yang beriman yang mau mengetuk hatinya untuk membacakan segala peristiwa dari alam ini, sejak dari biji yang  tak berdaya, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia yang dihidupkan serta dimatikan dengan kekuasaan-Nya, ”Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir-butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup” [Al An’am;95]

Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari ciptaan Allah, lautan dengan segala kekayaannya, binatang serangga dengan berbagai jenisnya, tumbuh-tumbuhan dengan corak warnanya sampai kepada diri manusia iu sendiri, ”Dari pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran di muka bumi, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah untuk kaum yang meyakini”[Al Jatsiyah; 4].

Bagaimana awal mula diciptakan manusia yang berasal dari air mani dengan segala proses kejadiannya, ”Allah yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai pencitaan manusia dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina [air mani]” [As Sajadah; 7-8].

Alangkah indahnya dunia ini dengan aturannya yang rapi, susunan tubuh manusia, mata bening laksana kaca menghias wajahnya, otak sebagai kendali kesadaran manusiapun teraur indah sehingga manusia itu mulia dari makhluk yang lainnya.

Pantaskah manusia berlaku sombong kepada penciptanya, berlagak angkuh dan takabur sementara begitu banyak nikmat Allah direguknya dalam  hidup ini, ”Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya...” 

Dengan tanpa perhitungan Allah mencurahkan nikmat-Nya kepada manusia sehingga manusia dapat hidup tentram dan damai dengan segala fasilitas yang disediakan. Segala kebutuhan dan sarana hidup telah disediakan Allah untuk digali, diolah, dijaga dan dilestarikan sebagai amanat dari Allah, sejak dari hutan yang lebat lagi subur yang dapat menampung air sebagai persediaan dimusim kemarau, minyak yang terpendam di dalam bumi sebagai harta yang tak ternilai jumlah dan harganya sampai kepada lautan yang penuh dengan segala keperluan hidup manusia, semua itu untuk manusia, ”Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Bani Adam dan telah Kami berikan ia kendaraan di darat dan di lautan dan telah Kami berikan rezeki yang baik-baik, dan telah Kami lebihkan ia dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan yang sebenar-benarnya dilebihkan” [Al Isra’ 17;70].

Semua fasilitas tersebut bila tidak dijaga dan dipelihara oleh manusia maka kecelakaan, kesusahan dan malapetaka akan turun, hal ini terjadi karena ulah kelengahan manusia dan kejahilannya, ”Telah hadir kerusakan di bumi dan di laut dengan sebab tangan manusia, yang akhirnya Allah rasakan kepada mereka ganjaran dari sebagian yang mereka kerjakan, supaya mereka mau kembali kepada jalan Tuhan”[Ar Rum 30;41].

Konsep kembali kepada alam telah menyentakkan kita semua, bahkan produk pemikiran manusia yang selama ini kita andalkan keampuhannya terasa lumpuh. Sebagai muslim kita harus menyadari bahwa kita bukan saja kembali kepada hukum alam tetapi kita jusru harus kembali taat kepada hukum Allah. 

Selama ini memang kita seolah silau kepada ilmu dan teknologi dengan mengabaikan moral dan akhlak. Sementara itu manusia dengan ganasnya memakai ilmu dan tekhnologinya; telah berbuat semena-mena terhadap alam dengan alasan untuk pembangunan, apakah untuk membangun harus melakukan kerusakan ?

Hidup akan tentram dan damai, bila memperoleh jaminan dari Allah sebagai penguasa alam semesta; sehingga tidak ada rasa takut dalam memelihara sarana kehidupan ini. Sangatlah sia-sia bila manusia terlepas dari jaminan Allah walaupun nikmat Allah masih diterima tetapi diiringi oleh turunnya murka dan laknat Allah. 

Sedangkan orang yang berada dalam jaminan penguasa atau raja saja hidupnya merasa enak, apalagi di bawah lindungan dan jaminan Allah, dalam surat Al A’raf 7;96 Allah berfirman, ”Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan juga ayat-ayat Kami itu, maka mereka Kami siksa disebabkan perbuatannya”.

Begitu banyak sejarah yang terbentang di belakang kita yang dapat diambil sebagai pelajaran, tadinya mereka jaya dibawah berkah Allah akhirnya hancur berantakan karena laknat Allah. Itu semua karena kekafiran dan keingkaran manusia sebagaimana halnya kaum ’Ad, Tsamud, Bani Israil serta hancurnya negeri Saba’, pada masa jayanya negeri ini dengan bendungan Maghribnya diperintah oleh seorang Ratu bernama Bulqis yang akhirnya dapat ditaklukkan dan diislamkan oleh Nabi Sulaiman. 

Karena tentram dan damainya negeri ini dengan kemakmuran kehidupan penduduknya sehingga terukir dengan indahnya dalam Al Qur’an sebagai sebutan ”Baldatun Thayibatun Warabbun Ghafur” yaitu Negeri Yang Baik Dibawah Ampunan Allah, sampai pada Dinasti Mahrib yang dilanjutkan oleh raja-raja yang tidak cakap dalam memerintah, menyebabkan runtuhnya negeri Saba ’ pada tingkat yang paling rendah.  

Terjadilah perebutan kekuasaan silih berganti, saling bertengkar merebut harta warisan dan merebut mahkota serta saling bunuh bahkan terjadi perang antar saudara. Akhirnya kerajaan yang dipegang oleh Ibnu Amin al Azdi yang lalai dengan fungsinya sebagai raja pemimpin rakyat. Dia tidak mempunyai sifat-sifat utama, bahkan pengecut, pengkhianat negeri, bejat moral, lalim, melalaikan segala amanat yang seharusnya dilaksanakan oleh seorang raja. Bendungan Maghribpun tidak diperhatikan lagi, dinding dan pintunya mulai rusak yang kian berat, batu-batunya pada lepas, disana-sini terdapat lubang menganga yang sangat menyedihkan, karena rakyat semakin melarat dan sengsara, seluruh penduduk telah melupakan ajaran Allah dan mengingkari nikmat Allah, mereka merusak semua bangunan umum termasuk bendungan raksasa itu yang setiap saat mengancam mereka.

Ketika terjadi hujan yang lebat dengan terus menerus, bendungan tersebut tidak mampu lagi menampung air yang semakin membanjir maka akhirnya bendungan Maghrib tersebut jebol dan hancur dengan menelan korban yang tidak sedikit dan negeri Saba’ hancur berantakan sebagai balasan atas kekufuran mereka, dalam surat As Saba’ Allah menerangkan,”Maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar yang menghancurkan segalanya dan Kami ganti kebun-kebun mereka itu dengan kebun-kebun yang ditumbuhi pohon-pohon berbuah pahit dan semacam pohon cemara dan sedikit pohon bidara”[As Saba’ 34;16-17].

Peringatan Allah tersebut bukan berarti kita dilarang mencari kebahagiaan di dunia, namun yang perlu menjadi perhatian kita adalah bahwa kita harus mengusahakan sesuai dengan kehendak Allah, sesuatu hal yang mustahil Allah menimpakan azab-Nya tanpa sebab dan tanpa kesalahan manusia. Semua malapetaka, laknat yang dialami ummat sebelumnya menjadi renungan kita dan pelajaran yang sangat berharga untuk meninjau kembali musibah yang kian datang dengan bertubi-tubi sejak dari banjir, gunung meletus, tanah longsor, hasil panen tidak menjadi dan musibah lain, ini baru peringatan ringan yang ditunjukkan Allah.

Laknat Allah akan tiba menimpa ummat Islam dalam berbagai segi, baik lahir maupun bathin disebabkan kesalahan manusia itu sendiri. Sejak awal ummat Islam telah diproklamirkan Allah sebagai ummat terbaik sebagai mana tersurat dalam surat Ali Imran 3;110, ”Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan di kalangan manusia karena menyeru kepada yang ma’rug dan mencegah kepada yang mungkar dan beriman kepada Allah”.

Sejak awal kejadian manusia sudah menjalin suatu hubungan atau ikatan dengan Khaliqnya, sebagai tuhan yang layak disembah dan bersaksi, ”Jangan ada lagi Tuhan selain Allah”, ikatan itu terukir dalam surat Al A’raf;172, ”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berkata, ”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, ”Betul, engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian iu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan,”Sesungguhnya kami [Bani Adam] adalah orang-orang yang lengah terhadap ini”.

Ikatan yang terjadi di alam ruh/ rahim diikrarkan kembali ketika manusia lahir dengan kumandang adzan dan iqomat yang dilanjutkan dengan dua kalimat syahadat sebagai ikrar dan sumpah seorang muslim untuk tunduk dan patuh atas segala aturan serta kehendak Allah.

Manusia tidak akan dapat menjalin hubungan dengan Allah bila ia tidak kenal dengan Allah, suatu hal musahil, kenalpun tidak lalu terjalin hubungan, apalagi untuk taraf cinta harus melalui proses. 

Tak ada sesuatupun yang lebih berharga bagi seorang manusia selain pengenalan terhadap pencipta dirinya. Orang yang tidak mengenal Allah bagaikan seonggok batu yang tidak bermanfaat, sungguh aneh makhluk yang tidak mengenal pencipta dirinya.

Mengenal Allah adalah syarat utama untuk meraih kebahagiaan. Cinta dan kasih sayang Allah hanya diberikan kepada orang-orang yang mengenal Allah. Mengenal Allah adalah ilmu yang paling utama dan menjadi sumber dari segala ilmu pengetahuan.

Seringkali manusia tidak bisa menghargai Allah dengan penghargaan yang semestinya, atau tidak beribadah kepada Allah dengan benar karena lemahnya pengenalan mereka terhadap Allah. Manusia seperti ini biasanya lebih menghargai bangsa, keturunan, atasan atau pimpinannya ketimbang Allah. 

Mereka akui keberadaan Allah tetapi hukum dan kedaulatan-Nya dilalaikan, firman Allah dalam surat Az Zumar 39;67, ”Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggamannya pada hari kiamat dan langit di gulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan”.  

Fithrah merupakan faktor yang paling kuat dalam pengenalan terhadap Allah. Siapapun  yang fithrahnya hidup, akan berupaya mengenal Allah. Sebaliknya mereka yang telah terkunci mati hati nuraninya, tidak akan sampai pada pengenalan terhadap Allah. Orang yang beriman dengan keimanan  yang tinggi dan dia berusaha agar dirinya diperhatikan Allah, doanya terjawab, amalnya diberi pahala, zikirnya didengar, detak niat hatinya terawasi sehingga dikala dia berkata maka hakekanya itu adalah ucapan Allah, orang ini dekat kepada Allah, dia berhubungan dengan Allah karena dia memang berusaha mendekatkan diri kepada-Nya,dia berhubungan dengan Allah karena berusaha untuk menghubungkan diri, dia kenal Allah karena dia selalu mencari jalan untuk kenal dengan Allah.

Abu Bakar Ash Shiddiq mengungkapkan, ”Aku mengenal Rabbku melalui perantara Rabbku, seandainya Rabbku tidak mengenalkan diri-Nya padaku maka aku tidak akan mengenal Rabbku”. 

Dengan keimanan terhadap wahyu Allah, seorang mukmin terbimbing untuk mengenal Allah melalui dua fenomena yang Allah berikan yaitu; pertama, ayat-ayat kauniyah yang terdapat di alam semesta. Semua bentuk  penciptaan alam maupun aktivitasnya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang  yang menggunakan akal. 

Kedua, ayat-ayat qauliyah yang merupakan penjelasan Allah tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia dan hakekat alam semesta. Ayat ini telah terhimpun dalam bentuk Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, Allah berfirman, ”Sesungguhnya didalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berfikir. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah ketika mereka berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, serta mereka berfikir tentang penciptaan langit dan bumi, kemudian berkata,”Ya Rabb kami, tiadalah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka hindarkan kami dari  siksa azab neraka” [Ali Imran 3;190-191].

Untuk mengenal Allah kita tidak mempelajari substansi atau eksistensi-Nya, tetapi cukup mempelajari ciptaan-ciptaan-Nya melalui bimbingan Al Qur’an dan sunnah Rasul-Nya. Metode yang diajarkan islam pada ayat diatas adalah zikir dan fikir. 

Zikir adalah sikap dalam dalam menerima wahyu Allah sementara fikir adalah sikap dalam memperhatikan alam semesta, zikir tidak dapat dilepaskan dari fikir, sebagaimana fikir tidak ada nilainya tanpa zikir.

Bila manusia mampu mengenal Allah dengan baik maka dia tidak akan salah faham terhadap sunnatullah, ujud berupa derita dan kebahagiaan mampu difahami, apapun yang diberikan Allah kepadanya walaupun menurut rasio dan hawa nafsunya adalah buruk tapi imannya mengatakan itu semua kebaikan dari Allah. 

Dengan pengakuan iman yang demikian berarti sudah terjalin hubungan antara Khaliq dengan makhluknya yang merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia mukmin.

Hubungan dengan Allah dapat pula diibaratkan seperti gardu dengan pusat listrik. Manakala gardu mendapat suplai energi listrik yang besar maka ia akan membagi listriknya ke rumah-rumah dengan baik. Namun bila hubungannya dengan pusat listrik lemah atau byarpet, maka gardu tersebut tidak bermanfaat menerangi rumah-rumah di sekitarnya, firman Allah, ”Dan barangsiapa yang tidak mendapat cahaya Allah, maka tidak ada cahaya baginya” [An Nur 24;35].

Untuk memperkuat hubungan dengan Allah, Rasulullah sendiri diwajibkan untuk melakukan qiyamullail setiap malam [74;1-4]. Qiyamullail adalah saat pening dan paling tepat untuk menerima hidayah Allah yang menjadi sumber utama da’wah Rasulullah [73;5-6]. Rasulullahpun menempa sahabat-sahabatnya melalui qiyamullail dan tilawah qur’an dalam shalat. 

Mereka tidak pernah melewatkan itu, mereka merasakan kenikmatan yang tiada tara tatkala berinteraksi dengan Al Qur’an. Ketika sampai ayat azab mereka menangis, tatkala membaca ayat rahmat menjadi gembira. Ketika digambarkan tentang kekuasaan Allah merekapun memuji Allah dan  tatkala menemukan ayat-ayat sajadah mereka bersujud dengan penuh rasa takut  [17;109, 32;16].

Melalui fikiran mukmin dapat memperkuat hubungan dengan-Nya bahkan hidup tanpa zikir akan jauh dari dekapan Allah, jauh dari rahmat-Nya. Manusiai akan banyak menghadapi kendala dalam kehidupannya tanpa zikir, qur’an menggambarkan betapa qillatudzikir [sedikit berzikir] akan menimbulkan quswatul qalbu [kekerasan hati] 57;16. 

Sedangkan hati yang telah mengeras mempunyai daya kerja yang sangat l emah dalam menyerap pesan-pesan Allah dan Rasul-Nya. Padahal kebahagiaan seorang muslim tergantung pada sejauh mana ia mampu menyerap pesan allah Ta’ala. Dan apabila dosa-dosa itu menyelimuti hati, maka ia akan menutupinya. Kalau sudah tertutup maka Allah Swt akan memberinya cap, maka tak ada lagi jalan  bagi kekufuran untuk keluar darinya.

Apalah artinya sebuah pesan da’wah yang disampaikan oleh da’i bagii yang mengalami qaswatul qalbi ?  sementara da’wah islam dalam penyampaiannya tidak mengandalkan bentuk-bentuk rayuan materi sebagaimana da’wah-da’wah lain. 

Islam akan diterima oleh mereka yang mau tanpa ada paksaan dan rayuan, bila masuk dalam jama’ah islam maka keislaman tadi bukan untuk Allah tapi bagi keuntungan dan keselamatan sendiri.

Keimanan akan luntur, kabur bila pribadi mukmin tidak senantiasa menjalin hubungan dengan Allah melalui jalan syariat yang telah dicontohkan Rasul Saw serta teladan shalafus shaleh. Menjalin dan memperkuat hubungan dengan Allah suatu kewajiban agar hidup dari waktu ke waktu bermakna sebelum menghembuskan nafas terakhir meninggalkan jasad, wallahu a’lam [Cubadak Solok, Ramadhan 1431.H/ Agustus 2010.M].(*)





Share on Social Media