Batam, News

PN Niaga Medan Tolak Permohonan PT MRS Terkait PKPU Terhadap PT JPK

Egi | Kamis 17 Aug 2023 15:47 WIB | 453

Kejari Batam/Kejati/PN
Hukum & Kriminal
Pengusaha


Istimewa


MATAKEPRI.COM BATAM -- Pengadilan Negeri Niaga Medan menolak eksepsi permohonan PT Mitra Raya Sektarindo (MRS) atas perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Jaya Putra Kundur (JPK), Kamis (17/8/2023). 


Dengan ditolaknya permohonan PT MRS oleh PN Niaga Medan, maka perbuatan dugaan pelanggaran terkait undang undang perlindungan konsumen jelas ada pada PT Mitra Raya Sektarindo (MRS). 


Diketahui, pemohon PT MRS mendaftarkan perkara PKPU ke Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Niaga Medan dibawah register Nomor 26/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN Niaga Mdn tanggal 23 Juni 2023. 


"Bahwa terhadap permohonan PKPU nya PT MRS jelas sudah ditolak oleh Pengadilan Niaga Medan yang wilayah kerjanya meliputi Kepri," ujar Kuasa Hukum PT JPK, Ade Darmawan. 


Dalam perkara ini, pihak pemohon meminta Majelis Hakim untuk menerima, memeriksa dan mengadili beberapa pokok perkara. Yakni bahwa antara pemohon dan termohon PKPU memiliki hubungan hukum yaitu jual beli, dimana pemohon PKPU sebagai pembeli dan termohon sebagai penjual.


Kemudian bahwa total jumlah unit ruko yang dibeli oleh pemohon PKPU berjumlah 10 unit di Komplek Mitra Raya 2 Business Centre Point dengan keseluruhan nilai yang dibayar lunas pemohon PKPU Rp 19,5 miliar.


Sebelum pemohon PKPU dan termohon PKPU serah terima kunci ruko, keduanya telah bersepakat agar biaya pemecahan dan balik nama kesepuluh sertifikat dari sertifikat induk adalah ditanggung oleh pemohon PKPU sebesar Rp 20 juta. 


Setelah selesai serah kunci ruko dan kesepuluh ruko tersebut telah dikuasai dan diduduki oleh pemohon PKPU, pemohon PKPU enggan membayar biaya pemecahan kesepuluh sertifikat tanah yang disepakati sebelumnya sebesar Rp 200 juta.

 



Kemudian termohon PKPU menyurati pemohon melalui kuasa hukumnya tertanggal 16 Juli 2022. 


Selanjutnya pokok perkara mengenai pasal 1 angka 6 UU Kepailitan dan PKPU, dan bahwa termohon PKPU dalam hal ini tidak memiliki hutang dalam bentuk uang atau apapun karena ruko sudah ditempati dan dikuasai oleh pemohon PKPU. 


Serta sertifikat yang belum diberikan karena pemohon PKPU tidak melaksanakan kewajibannya itu bukanlah merupakan objek PKPU.


Hakim kemudian menolak seluruh pokok perkara pemohon sebagaimana dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI nomor 109/KMA/SK/IV/2020 harus memenuhi unsur. 


Diantaranya debitor mempunyai dua atau lebih kreditor, tidak membayar lunas 1 utang yang telah jatuh waktu dan dapar ditagih, utang diakui, serta adanya utang dapat dibuktikan oleh pemohon.


 "Disini tidak ada kaitannya lagi sama PT JPK. Yang mana bahwa jelas adanya pihak berwajib juga harus memperhatikan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sehingga biaya pemecahan sertifikat yang merupakan kewajiban dari PT MRS terhadap PT JPK itu adalah hal yang wajib," kata Ade Darmawan.


Ia menambahkan dengan keputusan pengadilan ini, harusnya pihak berwajib menambahkan pemeriksaan terhadap PT MRS dengan agenda pemeriksaan terkait putusan pengadilan. Sehingga, seluruh proses hukum menjadi netral dan bukan menjadi alat guna mencari kesalahan dengan cara-cara yang tidak dinamis.


"Pihak berwajib mohon juga untuk menilai sebuah perbuatan harus secara terang dan objektif karena jelas-jelas ini di buatkan melanggar undang-undang perlindungan konsumen yang mana sebenarnya terhadap undang-undang tersebut tidak mencakup tentang alas hak sertifikat karena itu jelas secara keperdataan sehingga perlu adanya gugatan perdata," ungkapnya. 


Menurutnya, apabila masyarakat merasa dirugikan bukan serta merta lapor ke polisi. Untuk itu, ia meminta pihak berwajib perlu mengkaji lebih dalam lagi terhadap yang namanya undang-undang perlindungan konsumen tersebut.


"Dan satu lagi perlu saya pertegas bahwa pelaku utama yaitu PT MRS juga sudah ditangguhkan dalam hal polisi menangguhkan penahanan seseorang tersangka jelas dikarenakan ada unsur yang meringankan makanya dilaksanakan demikian dan hal lainnya kalau Pak Thedy dan Pak Johanis diterapkan turut serta melakukan maka tidak sepatutnya diproses lagi karena pelaku utama sudah dilepas atau dalam istilah hukum nya ditangguhkan penahanannya," tutupnya. (***) 


Redaktur: ZB



Share on Social Media