News

Mengenang dan Menelusuri 110 Tahun Pulau Samosir

| Jumat 23 Dec 2016 23:49 WIB | 6717



Peta Pulau Samosir


MATAKEPRI.COM - Tahukah Anda berapa usia Pulau Samosir, sebidang tanah di tengah Danau Toba? Jawab: 110 tahun.

Usia itu dihitung dari penyodetan tanah genting di Pangururan, yang memisahkan Samosir dengan Pulau Sumatera, pada tahun 1906. Situs javapost.nl menulis penggagas penyodetan ini adalah Louis Welsink -- orang Belanda yang tinggal di Tarutung sejak 1898.

Tidak jelas motif Welsink memotong tanah genting dan memisahkan Semenanjung Samosir dengan Pulau Sumatera. Sebagian mengatakan Welsink terinspirasi sukses Terusan Suez dan Korintus. Lainnya bilang Welsink hanya menginginkan lalu-lintas perahu ke sekujur Samosir menjadi lebih mudah.

Yang pasti, menurut Surya Atmadja dalam Het Kanaal Samosir, dalam peta Jerman tahun 1912 -- kendati kanal telah dibuat -- Samosir tetap saja bukan pulau tapi semenanjung. Peta tahun 1926, dibuat dengan skala 1:100.000, juga memperlihatkan hal serupa.

Ensiklopedia Hindia-Belanda tahun 1921 juga tidak pernah menyebut Samosir sebagai pulau, tapi semenanjung. Kendati demikian Samosir sempat disebut pulau oleh geografer Von Brehner dan Hoektra, karena keduanya keliru mengasumsikan tanah geting berawa berada sejajar dengan permukaan Danau Toba.

Penelitian berikut menunjukan rawa di tanah genting Pangururan itu berada di atas permukaan Danau Toba. Jadi, demikian Ensiklopedia Hindia-Benada, tanah genting itu daratan.

Penelitian ini dikuatkan oleh seringnya penduduk memindahkan perahu dari satu ke lain sisi Danau Toba, dengan mengangkat perahu dan menyeretnya melewati tanah genting sejauh kurang satu kilometer.

Samosir membentang sepanjang 45 kilometer dan lebar 20 meter. Lalu lintas perahu mengelilingi pulau menjadi terhambat karena tanah genting.

Surat kabar Algemeen Dagblaad melaporkan tahun 1906 Welsink penggalian kanal. Ia mengerahkan ribuan orang Batak dari Samosir dan desa-desa adat di sekitar Danau Toba untuk menggali terusan selebar lima meter, dan dalam empat dan lima meter.

Welsink memperkirakan penggalian memakan waktu empat sampai lima hari. Ternyata, penggalian tidak mudah karena penduduk menggunakan peralatan tradisional.

Meski demikian Welsink memaksa menjalan perahunya melintasi kanal, yang disambut sorak sorai orang-orang Batak yang sejenak berhenti menggali. Namun, menurut situs javapost.nl, deskripsi itu terlalu berlebihan.

Louis Couperus, pejabat Hindia-Belanda yang menghabiskan 15 tahun di Samosir, menulis Samosir adalah semenanjung, dan menempel di daratan induk. Ketika Samosir tidak lagi menempel di daratan induk, bukan tidak mungkin Samosir tenggelam ke dalam Danau Toba.

Beberapa tahun setelah pembangunan kanal, tanggul di sisi kanal itu rusak. Sekitar 30 ribu orang dari Samosir dan orang-orang Bata sekujur Danau Toba berdatangan, dan bersama-sama memperbaiki. Selain itu diadakan sedekah suci, untuk meminta pertolongan Tuhan menjaga tanggul.

Belakangan Ensiklopedia Hindia-Belanda menulis tidak seluruh warga Samosir setuju dengan pembangunan tanggul. Banyak orang menuduh motif pembangunan kanal semata untuk mempermudah perahu pemerintah mengontrol setiap tepi Samosir.

Jadi, laporan Algemeen Dagblad memang berlebihan. Kanal itu sama sekali tidak memberi manfaat bagi perdagangan hasil bumi, dan hanya pejabat Belanda yang menikmati manfaat pembangunan kanal itu.

Kanal Samosir juga tidak pernah terkenal dan sehebat Suez dan Korintus. Seiring perkembangan zaman, kanal itu terus mengalami pendangkalan, dan bukan tidak mungkin Samosir kehilangans statusnya sebagai pulau dan kembali menjadi semenanjung.



Share on Social Media