News

KPK Serius Usut Kasus E-KTP sementara DPR Mendadak Usul Revisi UU KPK

| Rabu 08 Mar 2017 07:57 WIB | 2680




MATAKEPRI.COM, Jakarta - Sempat beberapa kali timbul tenggelam, wacana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) kembali mengemuka di tengah upaya serius KPK menyidik kasus mega korupsi proyek e-KTP.

Kabarnya, rencana revisi ini digulirkan sejumlah anggota DPR dan kental unsur politiknya.

Ketua DPR RI Setya Novanto menjelaskan niat revisi UU untuk memperkuat kinerja KPK.

Novanto pun membantah adanya niat DPR untuk melemahkan KPK dalam kasus e-KTP.

Dalam pembahasan revisi UU KPK, DPR berkoordinasi dengan pemerintah. Sehingga UU yang baru bisa memperkuat KPK.

"Saya kira tidaklah, dari dulu wewenang KPK itu yang saya ketahui DPR itu adalah memperkuat KPK. Jadi, itu hal-hal yang selalu dibicarakan antara pemerintah dengan pihak-pihak di DPR bagaimana agar KPK itu semakin baik, semakin diperkuat," ungkap Novanto.

Ketua Umum DPP Golkar menambahkan saat ini progres revisi UU KPK masih ada di prolegnas. Jalan yang ditempuh revisi UU tersebut kata Novanto masih panjang.

"Semua itu kan melalui proses yang sangat panjang yang kita ketahui sampai sekarang juga masih ada di prolegnas," jelas Novanto.

Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar melihat, ada serangan sistematis untuk melumpuhkan KPK dari pelbagai cara digerakkan mereka yang terlibat di dalam kasus korupsi e-KTP.

Apalagi menurut Erwin Natosmal, kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP ini akan membuat publik makin antipati terhadap partai politik.

"Kasus ini akan membuat serangan balik terhadap KPK menguat. Akan ada serangan secara sistemastis untuk melumpuhkan KPK dari pelbagai juru mata angin. Mereka-mereka yang dipersepsikan oleh pubkik sebagai figur yang baik, ternyata juga bagian dari praktik koruptif tersebut," jelas Erwin Natosmal.

Atas hal itu serangan balik kepada KPK akan dilancarkan agar bisa meredam atau menakuti lembaga antirasuah tidak mengumumkan tersangka korupsi e-KTP.

Namun pegiat antikorupsi ini mendorong agar KPK berani bersikap untuk menjerat nama-nama legislator atau politikus yang terlibat dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Menjerat mereka yang telah mengembalikan dana suap e-KTP.

"Saya berharap KPK mau dan berani menjerat nama-nama legislator yang terlibat.Termasuk yang mengembalikan dana suap e-KTP. Pengembalian tidak menghilangkan pertangungjawaban pidanannya," katanya.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah memastikan sejumlah nama penerima dan yang mengembalikan 'uang panas' proyek pengadaan e-KTP tidak bocor. Mulai dari pimpinan KPK hingga juru bicara kompak mengatakan agar publik mengikuti jalannya persidangan kasus tersebut.

Karena seluruh praktik pengkondisian hingga korupsi massal akan dibuka KPK. Seluruhnya telah ditulis KPK secara lengkap dalam surat dakwaan.

"Sampai saat ini KPK belum sebutkan nama siapapun yang akan muncul di dakwaan," kata Febri.

Febri melanjutkan nama-nama yang akan disebut nanti tidak hanya sebatas nama, tapi juga peran-peran mereka secara detail. Bahkan KPK siap membuka mulai dari bahasan anggaran proyek pengadaan, hingga aliran dana ke berbagai pihak.

"Nama-nama mereka kami buka di 9 Maret saat sidang perdana," ucapnya.

Terakhir Febri juga meminta publik ikut mengawasi seluruh proses persidangan yang mulai digelar 9 Maret 2017 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan dua terdakwa yakni Sugiharto dan Irman.


Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, membantah terlibat dugaan korupsi penerapan KTP elektronik atau e-KTP tahun anggaran 2011-2012.

Ganjar menepis kabar yang menyebutkan dirinya menerima suap saat masih menjabat Wakil Ketua Komisi II DPR RI, tatkala perkara korupsi itu muncul.

Hal itu disampaikan Ganjar saat ditemui wartawan seusai mengikuti acara Rembuk Integritas bersama KPK, di Pendapi Gede Balai Kota Solo, Selasa (7/3) siang kemarin.

"Sudah (pernah) saya jelaskan (kepada KPK), tidak benar (saya menerima suap), saya (siap) dikonfrontasi," ungkapnya.

diduga terjadi korupsi dalam jumlah besar di balik pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) pada 2011-2012.

Perkara tersebut ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, yakni Irman dan Sugiarto, menjadi tersangka, dan bakal segera diadili sebagai terdakwa. Kini berkas penyidikan setebal 24.000 halaman sudah berada di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Keterangan lengkap hampir 300 saksi telah tersusun rapi, terangkum dalam sebuah surat dakwaan setebal 120 halaman. Bersamaan dengan itu beredar kabar bahwa selain dua pejabat Kementerian Dalam Negeri tersebut, ada sejumlah pejabat dan anggota DPR RI yang juga menerima suap.

Nama-nama yang disebut, antara lain, Ganjar Pranowo (kini menjabat gubernur Jateng) dan Setya Novanto (kini ketua umum DPP Partai Golkar, dan ketua DPR RI). Adapun selama penyidikan kasus ini, setidaknya ada 23 anggota DPR yang dipanggil untuk diperiksa. Dari jumlah tersebut, hanya 15 anggota DPR yang memenuhi panggilan penyidik KPK.

Empat diantaranya merupakan mantan pimpinan Komisi II DPR. Mereka adalah, politisi Partai Golkar Chairuman Harahap, dan politisi Partai Demokrat Taufiq Effendi. Taufiq pernah menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Selain itu, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno, dan politisi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo.

Anggota Fraksi Partai Golkar lainnya yang pernah diperiksa KPK yakni, Agun Gunandjar Sudarsa, dan Setya Novanto.

Ganjar juga mengungkapkan dirinya menerima foto dari wartawan, berisi surat dakwaan terhadap tersangka yang akan diadili sebagai terdakwa. Foto tersebut berisi pengakuan dua tersangka pernah menyuap 25.000 dolar Amerika Serikat kepada pimpinan Komisi II DPR RI ketika itu.

Ganjar heran, sidang belum digelar, dan dakwaan bagi dua terdakwa belum dibacakan di pengadilan, namun berkasnya sudah keluar dan beredar. Ia pun berspekulasi tentang motif politik di balik masalah itu. "Mungkin hawa politiknya tinggi," tuturnya.

Spekulasi lain, menurut Ganjar, ada pihak yang mengaku menyuap dirinya padahal uang suap tidak pernah sampai ke Ganjar. Ganjar menyatakan tidak menerima suap dalam kasus itu.

"Saya menegaskan, saya tidak menerima suap. Kejutan-kejutan (beredar luasnya surat dakwaan, Red) ini menarik untuk dijelaskan,"ujar Ganjar, kemudian tersenyum.

Ia juga mengaku siap untuk dimintai keterangan, dan tidak akan lari dari tindakan menuntaskan kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp 2 triliun ini.






Share on Social Media