News, Hukum & Kriminal
| Kamis 14 Sep 2017 12:45 WIB | 1983
MATAKEPRI.COM, Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB, Amerika Serikat - Dewan
Keamanan PBB pada Rabu menyatakan kekhawatiran mengenai kekerasan
berlebihan yang digunakan Myanmar dalam operasi keamanan di Rakhine
State dan menyerukan "langkah-langkah segera" untuk mengakhiri kekerasan
tersebut.
Pernyataan itu dikeluarkan menyusul pertemuan tertutup
dewan untuk merespons kekerasan yang telah membuat 380.000 muslim
Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Dewan Keamanan PBB
mengecam kekerasan tersebut dan menyerukan pemberian akses agar petugas
bantuan kemanusiaan bisa menjangkau orang-orang yang membutuhkan bantuan
di negara bagian Rakhine.
Seperti yang dilansir oleh detiknews, Duta Besar Ethiopia Tekeda Alemu, yang
memegang kursi kepresidenan dewan, mengatakan kepada reporter setelah
pertemuan bahwa anggota dewan "menyampaikan kekhawatiran mengenai
laporan soal kekerasan berlebihan dalam operasi-operasi keamanan itu dan
menyerukan langkah segera guna mengakhiri kekerasan di Rakhine."
Sekretaris
Jenderal PBB Antonio Guterres sebelumnya menyerukan penghentian operasi
militer di Rakhine dan menyatakan bahwa penelantaran massal muslim
Rohingya setara dengan pembersihan etnis.
"Saya meminta otoritas
Myanmar menangguhkan aksi militer, mengakhiri kekerasan, menegakkan
aturan hukum dan mengakui hak pulang kembali bagi mereka yang telah
meninggalkan negara itu," kata Guterres dalam sebuah konferensi pers.
Ketika
ditanya apakah dia setuju populasi Rohingya sedang mengalami
pembersihan etnis, dia menjawab: "Ketika sepertiga populasi Rohingya
harus melarikan diri dari negara itu, bisakah Anda menemukan kata yang
lebih tepat untuk menggambarkannya?"
Sebanyak 1,1 juta Rohingya
selama bertahun-tahun menderita akibat diskriminasi di Myanmar, tempat
kewarganegaraan mereka ditolak bahkan meski mereka telah
bergenerasi-generasi tinggal di negara itu.
Guterres mengatakan
pemerintah Myanmar harus memberi Rohingya kewarganegaraan atau status
legal yang memungkinkan mereka menjalani kehidupan normal,demikian
menurut warta kantor berita AFP. ***