News, Kesehatan, Ekonomi, Pendidikan
| Sabtu 04 Nov 2017 12:35 WIB | 2145
MATAKEPRI.COM, Jakarta - Penjualan air dalam kemasan bisa
ditelusuri hingga tahun 1622 di Holy Well yang terletak di Malvern, Inggris.
Air dari mata air Malvern dijual dalam kemasan botol.
Dalam 30 tahun terakhir, konsumsi air
kemasan telah meningkat secara drastis. Misalnya, di Amerika Serikat (AS),
rata-rata warga menenggak sekitar 113,6 liter air kemasan setiap tahun.
Melihat pertumbuhan yang demikian besarnya,
apakah air kemasan memang benar-benar lebih baik, lebih aman, dan sepadan
dengan harga yang lebih mahal?
Dikutip dari toptenz.net pada Jumat
(3/22/2017), berikut ini adalah lima fakta mengejutkan tentang air kemasan:
1. Terlalu Mahal
Jika dihitung harga per unit volume, maka air kemasan rata-rata dua kali lebih mahal daripada harga bensin. (Sumber Flickr)
Salah satu yang menjadi alasan untuk
berhenti mengkonsumsi air kemasan adalah harganya terlalu mahal.
Menurut suatu penelitian pada 2012
oleh University of Michigan, secara rata-rata harga air kemasan adalah US$1.22
per 3,79 liter (setara dengan Rp 4.350 per liter) yang berarti 300 kali lebih
mahal daripada air keran di AS.
Para peneliti mengamati bahwa 2/3
minuman kemasan dijual dalam botol berukuran 500 mililiter sehingga harga per
unit volume adalah US$ 7.50 per gallon (Rp 26.741 per liter). Lebih dari dua
kali harga rata-rata bensin.
Pada 2015, perusahaan-perusahaan yang
mendistribusikan air kemasan meraup US$ 15 miliar. Jumlah itu luar biasa besarnya
untuk sesuatu yang sebenarnya sudah tersedia secara murah dan mudah.
Bukan hanya itu, penjualan air
kemasan semakin meningkat. Pada 2016, untuk pertama kalinya di AS, volume
penjualan air kemasan terjual lebih banyak daripada volume minuman ringan.
2. Setengah Volumenya Adalah Air
Keran
Sebenarnya, sebagian besar kandungan air kemasan juga berasal dari sumber dinas air minum. (Sumber Public Domain Pictures)
Pernahkah kita terpikir tentang asal
air dalam kemasan? Tempat asal air seringkali tidak disebutkan dalam daftar
kandungan, tapi hanya disebut "mata air", "air gletser",
atau "air pegunungan."
Masalahnya, penulisan itu tidak ada
pengaturannya, sehingga air dalam kemasan belum tentu berasal dari
sumber-sumber yang disebutkan.
Dalam buku berjudul Bottled and Sold:
The Story Behind Our Obsession with Bottled Water karangan Peter Gleick,
dibeberkan tentang temuan beberapa penelitian yang menengarai sekitar 45 persen
air kemasan berasal dari sumber-sumber dinas air minum, termasuk Aquafina
keluaran PepsiCo dan Dasani keluaran Coke.
Kadang-kadang, mengambil air dari
sumber-sumber dinas air minum bisa bermasalah. Misalnya, di luar Guelph,
Ontario, Kanada, Nestle memiliki pabrik air kemasan. Ketika sedang kekeringan,
mereka terus mengambil air, sehingga 130 ribu warga terpapar risiko kekurangan
air minum.
3. Belum Tentu Memiliki Rasa yang
Lebih Enak
Secara relatif, rasa air kemasan tidak lebih enak daripada air keran. (Sumber Wikimedia Commons)
Menurut beberapa orang, mereka
menyukai air kemasan karena rasanya lebih enak daripada air keran. Memang
benar, ada orang-orang yang bisa merasakan bedanya. Namun, kebanyakan orang
tidak bisa membedakannya.
Beberapa penelitian dari AS, Swiss,
Irlandia, dan Prancis mendapati bahwa hanya sepertiga pengguna saja yang mampu
membedakan rasa air keran dan air kemasan.
Temuan itu masuk akal juga. Air keran
pun berbeda-beda menurut sumbernya dan air kemasan berbeda-beda kandungannya,
bergantung kepada merek. Masing-masing merek memiliki kandungan berbeda untuk
kalsium atau sodium.
Walaupun ada yang bisa membedakan
rasa air keran dan air kemasan, kebanyakan orang berpendapat bahwa rasa air
keran lebih enak daripada air kemasan.
Dalam beberapa penelitian, jumlah
orang yang lebih menyenangi air keran biasa dibandingkan dengan air kemasan
berkisar antara 45 hingga 75 persen.
4. Tidak Lebih Aman Dibandingkan
dengan Air Keran
Bakteri Escherichia coli (E. coli) yang lazim ada di sistem pencernaan manusia. (Sumber CDC)
Salah satu alasan orang memilih air
kemasan daripada air keran adalah karena mereka mengira air kemasan lebih aman.
Misalnya, krisis air di Flint, Michigan, adalah salah satu alasan kenapa
penjualan air kemasan meningkat.
Demi penghematan biaya, pihak
berwenang mengubah cara pengolahan air minum, sehingga memunculkan pencemaran
oleh timah dari sistem pipa.
Namun, beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa air kemasan sebenarnya tidak lebih aman daripada air keran.
Biasanya, untuk air keran, bisa ada
dua masalah. Pertama, air berasal dari sebuah sumur yang bisa saja tercemar.
Masalah ke dua adalah sistem pipa yang mengandung timah di rumah-rumah.
Di luar itu, air minum publik
seharusnya aman karena peraturan dan pengujian yang ketat. Di AS, dua hal itu
dilakukan oleh Dinas Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection Agency,
EPA) dan Administrasi Obat Federal (Federal Drug Administration, FDA).
Tentu saja sistemnya tidak sempurna
seperti contoh kasus di Flint tersebut. Namun, air kemasan tidak benar-benar
menyelesaikan masalah keamanan air karena proses pembotolan menambah beberapa
langkah yang tidak perlu.
Air yang sudah bersih masuk ke
pabrik, lalu dibubuhi beberapa zat, melewati beberapa filter, dan mesin menuangkannya
dalam botol.
Masalahnya, dengan penambahan
langkah, bertambah juga kemungkinan adanya kesalaan. Misalnya dengan air yang
tercemar bakteri E. coli. Perlu dicatat, bahwa FDA baru mulai memeriksa
keberadaan E. coli air kemasan pada 2013.
Krisis air seperti kasus Flint
tentunya masih bisa terjadi di masa depan. Dengan investasi pada infrastruktur,
air keran akan terus menjadi sumber yang secara relatif aman dan murah.
5. Membunuh Lingkungan Hidup
Pekerja memasukan botol plastik kedalam alat potong plastik di Perumahan Vida, Bekasi (19/3). Limbah botol plastik dimanfaatkan menjadi bahan mentah yang bernilai ekonomis dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)
Kita mengawali daftar ini dengan
pemborosan uang untuk membeli air kemasan. Walakin, biaya yang ditimbulkan juga
mencakup biaya lingkungan hidup.
Untuk mengemas air,
perusahaan-perusahaan menggunakan 17 juta barel BBM setiap tahun. Itu baru pada
manufaktur botol dan pengemasan air, belum lagi biaya transportasi ke pengecer.
Yang lebih mencengangkan lagi,
diperlukan 1,39 liter air untuk mengemas 1 liter air kemasan. Benar-benar
pemborosan.
Pada 2016, sebanyak 48,5 miliar liter
air dimasukkan dalam botol-botol yang tidak biodegradable, artinya yang tidak
bisa terurai secara biologis. Hanya 12 persen botol yang didaur ulang.
Jadi, botol-botol sisanya bertebaran
selama 450 tahun ke depan hingga benar-benar terurai, sehingga kita hanya
disisakan dua pilihan.
Pertama adalah membatasi jumlah air
kemasan yang kita minum atau mulai membangun pesawat angkasa raksasa seperti
dalam film WALL-E karena kita akan memerlukannya.
Menurut jalan cerita film WALL-E,
pada 2805 Bumi sudah ditinggalkan penghuninya karena terlalu penuh dengan
sampah. Warga planet telah diungsikan menggunakan pesawat angkasa raksasa
buatan perusahaan besar Buy-N-Large.(www.liputan6.com/***)