Kesehatan
Operasi Bariatrik atasi Obesitas
|
Rabu 01 Feb 2017 09:38 WIB
|
2748
MATAKEPRI.COM, Jakarta - Obesitas
cenderung dianggap sebagai masalah penampilan semata. Padahal, dari sisi
medis, obesitas tergolong gangguan kesehatan. Obesitas terbukti menjadi
faktor risiko timbulnya beragam penyakit, mulai hiperkolesterol,
hipertensi, gangguan hormonal, diabetes melitus, osteoartritis, hingga
stroke dan serangan jantung.
Karena itu, obesitas perlu mendapat terapi medis secara tepat. Kadang,
terapi tersebut membutuhkan biaya besar. Sayang, asuransi kesehatan di
Indonesia umumnya tidak menanggung biaya itu. Mereka cenderung menganut
pemahaman bahwa terapi penurunan berat badan pada orang obesitas
semata-mata untuk memperbaiki penampilan.
"Pemahaman seperti itu perlu diluruskan. Di negara-negara maju seperti
Amerika dan Kanada, obesitas ditetapkan sebagai penyakit. Di India juga.
Asuransi di sana menanggung biaya terapi obesitas," ujar dokter
spesialis bedah Errawan R Wiradisuria pada temu dokter bertajuk
Management Update of Morbid Obesity yang digelar Rumah Sakit Premier
Bintaro di Jakarta, pekan lalu.
Ia menjelaskan dukungan dari pihak asuransi diperlukan karena kadang
terapi obesitas membutuhkan biaya besar. Namun, hal itu tidak akan
merugikan pihak asuransi. Bila penderita obesitas tidak menjalani
terapi, lanjut Errawan, beragam penyakit berat mengancam. "Kalau
nantinya pasien terkena diabetes, stroke, kena serangan jantung, biaya
perawatan yang harus ditanggung pihak asuransi pasti jauh lebih tinggi
lagi," imbuh dokter konsultan bedah saluran cerna dan laparoskopi itu.
Salah satu terapi untuk mengatasi obesitas ialah operasi bariatrik.
Operasi itu memotong dan membuang sebagian lambung sehingga volumenya
berkurang drastis hingga tersisa sekitar 30% saja.
"Operasi ini merupakan pilihan terakhir ketika upaya penurunan berat
badan melalui diet, olahraga, dan obat-obatan tidak memberikan hasil
yang ditargetkan," ujar Errawan.
Ia menjelaskan operasi tersebut diperuntukkan penderita obesitas ekstrem
atau yang disebut morbid obesity (obesitas yang membahayakan). Yanga
masuk kategori itu mereka yang memiliki nilai indeks massa tubuh (body
mass index/BMI) 35 ke atas, atau BMI-nya 'baru' 30 tetapi sudah disertai
komplikasi penyakit. Misalnya sudah terkena diabetes atau
osteoartritis.
"Rumus menghitung BMI ialah berat badan (kg) dibagi tinggi badan (meter) kuadrat," kata Errawan.
Laparoskopi
Operasi bariatrik, lanjut Errawan, memperbaiki kondisi penderita
obesitas melalui beberapa mekanisme. Pertama, pembuangan 70%-75% volume
lambung menurunkan jumlah sel oxyntic pada dinding lambung. Hal itu
berdampak pada menurunnya produksi grelin, zat pemicu selera makan.
Alhasil, nafsu makan akan menurun.
Mekanisme lainnya, terang Errawan, berkurangnya volume lambung membuat
makanan dalam lambung lebih cepat turun ke usus. Hal itu akan
meningkatkan fungsi sel-sel beta pada pankreas dalam memproduksi
insulin. Kondisi tersebut berdampak baik bagi sistem metabolisme tubuh,
terlebih bagi penderita diabetes.
Errawan menjelaskan operasi bariatrik ada beberapa jenis. Salah satunya
yang disebut laparoscopic sleeve gastrectomy (LSG). Itu disebut demikian
karena operasi membuat bentuk lambung seperti lengan panjang (sleeve).
Menurut Errawan, LSG menjadi jenis operasi bariatrik yang kerap dilakukan karena prosedurnya sederhana dan efektif.
"Pengerjaannya dengan metode laparoskopi atau teknik bedah sayatan
kecil. Jadi, hanya meninggalkan bekas luka kecil-kecil di perut, 0,5 cm
sampai 3 cm. Satu sayatan yang 3 cm itu sebagai jalan untuk mengeluarkan
potongan lambung.
"Perawatan di rumah sakit pascaoperasi pun singkat saja, 4-5 hari. Yang
harus diperhatikan, sesudah operasi, tekstur makanan harus diatur. Itu
diawali dari makanan cair, lunak, hingga nantinya makan biasa. Umumnya,
dibutuhkan waktu sekitar dua bulan hingga pasien bisa mengonsumsi
makanan biasa.
"Penentuan dietnya nanti dibimbing dokter spesialis gizi."Meski
prosedurnya sederhana, kata Errawan, LSG efektif dalam menurunkan berat
badan untuk jangka panjang dan memperbaiki berbagai komplikasi. Artikel
penelitian berjudul Obesity Management-Bariatric Surgery Vs Lifestyle
Modification menunjukkan pengurangan kelebihan berat badan yang dicapai
dengan prosedur LSG sekitar 68%. Komplikasi seperti diabetes,
hipertensi, hiperlipidemia, dan sleep apnea syndrome (henti napas
berulang kali saat tidur) juga berkurang (lihat grafik).
Errawan mengingatkan, sesudah menjalani operasi bariatrik, pasien tetap
wajib menjalani gaya hidup sehat, termasuk menjaga pola makan. "Sebab,
gaya hidup yang baik merupakan fondasi untuk menjaga kesehatan kita,"
pungkasnya.
Share on Social Media